PERKENALAN AWAL SOSIOLINGUISTIK
LAPORAN BACAAN
diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan Sosiolinguistik
yang dibina oleh Ena Noveria, M.Pd.
Disusun Oleh
Kelompok I
NOFRIDA YETTI 1205174
JAYA NASA PERTA 1205130
SUCI LARASSATY 1205198
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
PADANG
2014
SOSIOLINGUISTIK
Bahasa
merupakan alat komunikasi yang paling efektif. Dengan bahasa seseorang dapat
mengungkapkan perasaan, menyalurkan ide, dan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Sesuai alat komunikasi, bahasa dapat menyampaikan pesen atau makna
pembicaraan kepada pendengar. Sehubungan dengan bahasa sebagai alat, anda perlu
juga memahami salah satu disiplin ilmu bahasa yang disebut dengan
sosiolinguistik. Dengan memahami hakikat dan sebagai istilah dalam disiplin
ilmu tersebut, maka anda aka mendapat wawasan mengenai penggunaan suatu bahasa
dalam masyarakat bahasa itu sendiri dan sebagai variasi bahasa yang
digunakannya.
A.
Pengertian
Sosiolinguistik
Istilah
sosiolinguistik ini muncul pada tahun 1952 dalam karya Haver C. Currie yang merupakan gabungan kata sosiologi dan
linguistik. Sosiologi itu adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai
manusia di dalam masyarakat, mengenal lembaga-lembaga, dan proses sosial yanga
ada di dalam masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari
bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajianya.
Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa sosiolinguistik
adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan
bahasa itu sendiri dalam masyarakat.
Menurut Kridalaksana (dalam Chaer,
2010:3), sosiolinguistik lazim didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri
dan pelbagai variasi bahasa serta hubungan diantara para bahasawan dengan cirri
fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu
masyarakat bahasa. Selanjutnya, Nababan (dalam Chaer, 2010:3), pengkajian bahasa dengan dimensi
kemasyarakatan juga disebut dengan sosiolinguistik.
Jadi, sosiolinguistik
lebih berhubungan dengan perincian-perincian penggunaan bahasa yang sebenarnya,
seperti deskripsi pola-pola pemakaian bahasa/ dialek dalam budaya tertentu,
pilihan pemakaian bahasa/dialek tertentu yang dilakukan penutur, topik, dan
latar pembicaraannya.
B.
Objek
dan Ruang Lingkup Kajian Sosiolinguistik
Objek kajian sosiolinguistik adalah
aspek bahasa yang bersifat heterogen, yakni bahasa dalam wujudnya setelah
terimplementasi dalam tindak komunikasi. Butir-butir penelitian
sosiolinguistik meliputi: (1) fonem, (2) morfem, (3) kata, (4) frasa, (5)
klausa, (6) kalimat, (7) paragraf, (8) wacana, (9) dialog, (10) ideolek, (11)
dialek regional, (12) kronolek/ dialek waktu, (13) sosiolek/dialek sosial, (14)
tingkat tutur, (15) ragam, (16) register, dan (17) bahasa.
Mengenai
ruang lingkup sosiolinguistik, dibagi menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut.
a.
Mikro
sosiolinguistik yang berhubungan dengan kelompok kecil,
misalnya system tegur sapa.
b.
Makro
sosiolinguistik yang berhubungan dengan masalah
perilaku bahasa dan struktur sosial.
Konferensi
sosiolinguistik pertama yang berlangsung di University of California, Los
Angeles, tahun 1964, telah merumuskan adanya tujuh dimensi dalam penelitian
sosiolinguistik. Ketujuh dimensi yang
merupakan masalah dalam sosiolinguistik itu adalah (1) identitas sosial dari
penutur, (2) identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses
komunikasi, (3) lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi, (4) analisis
sinkronik dan diakronik dari dialek-diale sosial, (5) penilaian sosial yang
berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujarn, (6) tingkatan variasi
dan ragam linguistik, dan (7) penerpan praktis dari penelitin sosiolinguistik, Ditmar
(dalam Chaer, 2010:5).
Identitas
sosial dari penutur antara lain, dapat diketahui dari pertanyaan apa dan siapa
penutur tersebut, dan bagaimana hubungnnya dengan lawan tuturnya. Identitas
penutur dapat mempengaruhi pilihan kode dalam bertutur.
Identitas
dari pendengar tentu harus dilihat dari pihak penutur, maka identitas pendengar
itupun dapat berupa anggota keluarga, teman karib, guru, murid, orang yang
dituaka, dan sebagainya. Identitas pendengar atau para pendengar juga akan
mempengaruhi pilihan kode dalam bertutur.
Lingkungan
sosial tempat peristiwa tutur terjadi dapat berupa ruang keluarga di dalam
sebuah rumah tangga, di dalam mesjid, di ruang kuliah, dan sebaginya. Tempat
peristiwa tutur terjadi dapat pula mempengaruhi pilihan kode dan gaya dalam
bertutur. Misalnya, di ruang perpustakaan tentunya kita harus berbicara denagn
suara yang tidak keras, di lapangan bola kita boleh berbicara keras-keras, dan
malah di uang yang bising dengan suara mesin-mesin kita harus berbicara dengan
suara yang keras, sebab kalau tidak keras tentu tidak dapat di dengar oleh lawn
bicara kita.
Analisis
diakronik dan sinkronik dari dialek-dialek sosial berupa deskripsi pola
dialek-dialek sosial itu , baik yang berlaku pada masa tertentu atau yang
berlaku pada masa ang tidak terbatas. Diaeleg sosial ini digunakan para penutur
sehubungan dengan kedudukan mereka sebagai anggota kelas-kelas soaial tertentu
di dalam masyarakat.
Penelitian
sosial yang berbeda oleh penutur terhadap bentuk-bentuk perilaku ujaran.
Maksudnya setiap penutur tentunya mempunyai kelas sosial tertentu di dalam
masyarakat. Mka, berdasarkan kelas sosialnya itu, dia mempunyai penilaian
tersendiri yang tentunya sama, atau jika berbeda tidak akan terlau jauh dari
kelas sosialnya terhadap perilaku bentuk-bentuk ujaran yang berlangsung.
Tingkat
variasi atau linguistik, maksudnya bahwa sehubungan dengan heterogennya anggota
suatu masyarakat tutur, adanya berbagi fungsi soaial dan politik bahasa serta
adanaya tingkatan kesempurnaan kode, maka alat komunikasi manusia yang disebut
bahasa itu menjadi sangat bervariasi. Setiap variasi entah namanya dialek,
varietas, atau ragam, mempunyai fungsi sosialnya masing-masing.
Dimensi
terakhir, yakni penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik merupakan
topik yang membicarakan kegunaan penelitian sosiolinguistik untuk mengatasi
masalah-masalah praktis dalam masyarakat. Misalnya, masalah pengajaran bahasa,
pembakuan bahasa, penerjemahan, mengatasi konflik sosial akibat konflik bahasa,
dan sebagainya.
C.
Hubungan
Sosiolinguistik dengan Kajian Ilmu Lainnya
Hubungan sosiolinguistik dengan kajian
linguistik lainnya, adalah sebagai berikut.
1.
Sosiolinguistik
dengan Sosiologi
Sisiologi
mempelajari kelompok-kelompok masyarakat, struktur sosial, organisasi
kemasyarakatan, hubungan antar anggota masyarakat. Di dalam masyarakat ada
semacam lapisan, seperti lapisan pengusaha, rakyat jelata, dan ada kasta-kasta
yang berjenjang, juga dipelajari oleh sosiologi. Tentu saja untuk mempelajari
hal-hal tersebut kita harus mempunyai data yang memadai yang melibatkan banyak
orang atau anggota masyrakat. Sosiolinguistik yang mempelajari bahasa dalam
hubungan dalam masyarakat, memiliki persamaan dengan sosiologi, dalam arti
sosiolinguistik juga memerlukan data atau subjek lebih dari satu orang. Sampai
tahap tertentu sosiologi memang menyentuh bahasa. Objek utama sosiologi
bukan bahasa, melainkan masyarakat, dan dengan tujuan mendeskripsikan
masyarakat dan tingkah laku. Dan objek utama sosiolinguistik adalah variasi
bahasa, bukan masyarakat.
Sumarsono dan Partana (2004: 5-7) mengemukkan persamaan
sosiolingguistik dengan sosiologi sebagai berikut:
a. Sosiolinguistik memerlukan data atau subjek lebih dari
satu orang individu.
b. Menggunakan metode kuantitaif dengan teknik sampling
random atau acak
c. Menggunakan metode wawancara, rekaman, dan
pengumpulan dokumen
d. Pengolahan data menggunakan metode deskriptif.
e. Keduanya memiliki hubungan simbiosis mutualisme (timbal
balik) sebagai berikut:
1)
Data
sosiolinguistik yang memberikan ciri-ciri kehidupan sosial, menjadi barometer
untuk sosiologi.
2)
Aspek
sikap berbahasa mempengaruhi budaya material dan spiritual suatu Masyarakat.
3)
Bahasa
yang diteliti secara sosiolinguistik adalah alat utama dari perkembanagan
penegetahuan mengenai sosiologi.
Dengan kata lain, sosiolinguistik
membantu sosiologi dalam mengklasifikasi strata sosial, seperti yang
ditunjukkan oleh Labov dalam penelitiannya mengenai tuturan [r] dalam
masyarakat Amerika dalam tingkat sosial yang berbeda.
2. Sosiolinguistik dengan Linguistik
Umum
Sosiolinguistik merupakan ilmu yang mengkaji
linguistik yang dihubungkan dengan faktor sosiologi. Dengan demikian, sosiolinguistik tidak
meninggalkan linguistik. Apa yang
dikaji dalam linguistik (ilmu yang
mengkaji bahasa sebagai fenomena
yang inedependen) dijadikan dasar bagi sosiolinguistik untuk menunjukkan
perbedaan penggunaan bahasa yang dikaitkan dengan faktor sosial. Kajian mengenai fonologi, morfologi,
struktur kalimat, dan semantik leksikal dalam linguistik dipakai oleh
sosiolinguistik untuk mengungkap struktur bahasa yang
digunakan oleh tiap-tiap kelompok tutur sesuai dengan konteksnya.
Sosiolinguistik mengkaji wujud bahasa
yang beragam karena dipengaruhi oleh faktor di luar bahasa (sosial), yang dengan demikian makna sebuah tuturan
juga ditentukan oleh faktor di luar bahasa. Untuk dapat mengungkap
wujud dan makna bahasa sangat diperlukan pengetahuan tentang
linguistik murni (struktur bahasa), supaya kajian yang di lakukan dengan dasar
sosiolinguistik tidak meninggalkan objek bahasa itu sendiri (Sumarsono dan
Partana, 2004: 7-9).
3.
Sosiolinguistik
dengan Dialektologi
Dialektologi merupakan ilmu yang
mempelajari variasi bahasa atau berbagai dialek bahasa yang tersebar di berbagai
wilayah dengan tujuan mencari hubungan kekerabatan. Dialektologi memiliki persamaan dengan sosiolinguistik. Hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Sumarsono dan Partana (2004: 9-11) bahwa persamaan
tersebut terletak pada penggunaan metode dalam penelitian keduanya sama-sama
menggunakan metode komparatif. Sedangkan segi perbedannya, sosiolinguitik
menelaah tentang pergeseran bahasa, variasi bahasa, dengan menitikberatkan pada
batas-batas kemasyarakatan (usia, jenis kelamin, status sosial, lapisan sosial
dan sebagainya) bukan atas dasar batas-batas regional, objek dialektologi yang
menelaah asal muasal bahasa atau hanya berfokus pada dialek regional yang
didasarkan atas batas-batas wilayah alam.
4.
Sosiolinguistik
dengan Retorika
Retorika diartikan sebagai kajian tentang tutur terpilih
(slected speech), seperti gaya bahasa (style). Dalam hal ini kaitan antara sosiolinguistik
dan retorika penutur dalam memilih style tidak hanya dilihat dari apa yang
ingin dikatakan atau bentuk – bentuk bahasa yang ingin dikeluarkan (seperti
yang dikaji retorika) tapi juga dengan siapa ia akan bertutur pada situasi apa
serta atau harus memperhatikan konteks pertuturan. Selain itu kesejajaran diantara
keduanya adalah variasi bahasa sebagai objek studi keduanya. Namun, pada
dimensi sosiolinguistik tidak hanya mengkaji bentuk-bentuk bahasa yang terpilih
saja namun dikaitkan dengan faktor yang menyebabkan munculnya bentuk bahasa
tersebut.
5.
Sosiolinguistik
dengan Psikologi
Pada masa Chomsky, linguistik mulai dikaitkan dengan
psikologi dan dipandang sebagai ilmu yang tidak independen. Lebih jauh Chomsky
mengatakan (1974) bahwa linguistik
bukanlah ilmu yang berdiri sendiri. Linguistik merupakan bagian dari
psikologi dalam cara berpikir manusia. Chomsky melihat bahasa sebagai dua unsur yang bersatu, yakni
competence dan performance. Competence merupakan unsur dalam bahasa (deep
structure) dan menempatkan bahasa dari segi kejiwaan penutur, sedangkan
competence merupakan unsur yang terlihat
dari parole. Dengan demikian, Chomsky memandang bahwa bahasa bukanlah gejala
tunggal, namun dipengaruhi oleh faktor kejiwaan penuturnya. Chomsky juga mulai
merambah wilayah makna walaupun
akhirnya mengakui bahwa wilayah makna merupakan wilayah yang paling sulit dalam
kajian linguistik. Apa yang dikemukakan Chomsky tentang struktur dalam dan struktur luar digunakan oleh sosiolinguistik
sebagai pedoman bahwa tuturan yang nampak sebenarnya hanyalah perwujudan dari
segi kejiwaan penuturnya. Lebih lanjut sosiolinguistik membuka diri untuk
menelaah perbedaan bentuk tuturan itu.
Kaitan antara competence
dan performance terlihat dari penggunaan bahasa penutur. Orang dikatakan
mempunyai kompetensi dan performansi yang baik apabila dapat menggunakan
berbagai variasi bahasa sesuai dengan
situasi. Orang yang berperformansi
baik tentulah memiliki kompetensi yang baik,
dan memungkinkan penggunaan kode
luas (elaborated code). Sebaliknya,
orang yang kompetensinya rendah, akan muncul kode terbatas (restricted code).
Dalam psikologi perkembangan terdapat fase perkembangan.
Mulai menangis (tangis bertujuan: lapar, dingin, takut), tengkurap, duduk,
merangkak, dan berjalan. Kesemuanya diikuti atau sejalan dengan perkembangan kebahasaannya.
Dalam sosiolinguistik, hal ini diadopsi sebagai variasi bahasa dilihat dari
segi usia penutur, (orang mempelajari bahasa sesuai dengan tingkat perkembangannya). Karenanya dikenal
juga variasi bahasa remaja dan manula. Dari
sudut psikologi, laki-laki memiliki kejiwaan yang secara umum berbeda
dengan wanita. Karenanya, apa yang mereka tuturkan juga tidak sama.
Sosiolinguistik mentransfer konsep ini, sehingga muncullah istilah variasi
bahasa berdasarkan genus atau jenis kelamin.
6.
Sosiolinguistik
dengan Antropologi
Antropologi
adalah kajian tentang masyarakat dari sudut kebudayaan dalam arti luas yang
mana mencakup hal-hal seperti kebiasaan, adat, hukum, nilai, lembaga sosial
religi, teknologi, bahasa. Bagi antropologi, bahasa seringkali dianggap sebagai
ciri penting bagi jati diri (identitas) bagi sekelompok orang berdasarkan
etnik.
Kebudayaan dalam antropologi
disampaikan lewat bahasa, yang karenanya
harus ada kemampuan komunikatif. Prinsip
inipun diambil oleh sosiolinguistik. Demikian pula, pengetahuan tentang budaya diperoleh
bersamaan dengan pemerolehan bahasa, seperti sapaan, penggunaan bahasa sesuai
konteks. Melalui ini pun dapat diketahui bagaimana budaya itu hidup
dalam suatu masyarakat lengkap dengan nilai-nilai filosofi yang
berkembang di dalamnya.
7.
Sosiolinguistik
Makro dengan Sosiolinguistik Mikro
Makro dam Mikro mengacu pada luas
dan sempit cakupan. Sosiolinguistik membicarakan
maslah-masalah ”besar dan luas”, ia masuk sosiolinguistik Makro. sebaliknya,
jika yang dibicarakan adalah masalah-masalah “kecil dan sempit” ia masuk
Sosiolinguistik mikro. Mikro
sosiolinguistik yang berhubungan dengan kelompok kecil, misalnya system tegur
sapa. Makro sosiolinguistik yang berhubungan dengan masalah perilaku bahasa dan
struktur sosial.
D.
Perkembangan
Sosiolinguistik
Perkembangan
sosiolinguistik baru mulai pada akhir 1960an dan awal 1970an, sehingga kajian
bahasa ini dapat dipandang sebagai disiplin ilmu bahasa yang masih muda.
Meskipun demikian, hal ini tidak berararti bahwa sosiolinguistik ini merupakan
penemuan dekede 1960an. Dewasa ini, perhatian terhadap sosiolinguistik semakin
luas dan kesedaran yang semakin meningkat bahwa sosioliguistik dapat
memperjelas hakikat bahasa dan hakikat masyrakat.
Panini (500SM)
diyakini oleh banyak linguis sebagai pelopor pengkaji sosiolinguistik dalam
karyanya yang berjudul Astdhayayi satu
buku yang beris tentag stilistika bahasa pengkajian sosiolinguistik mulai
mendapat perhatian. Baru beberapa abad kemudian, tepatnya pada abad 19,
Schuchardt, Hasseling, dan Van Name (1869-1897) untuk pertama kalinya memulai
kajan tentang dialek bahasa pedalaman Eropa dan kontak bahasa yang mengahsilkan
bahasa campuran. Perkemabangan kajian
sosiolinguistik semakin menemukan titik cerah setelah De Saussure (1857-1913)
berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah fakta sosial yang terdapat dalam
masyarakat. Dalam hal ini, terdapat dua istilah yang masih popular hingga
saat ini: Langue dan Parole. Tak lama berselang, langkah de Saussure ini
ditindaklanjuti oleh beberapa sarjana bahasa Amerika Serikat, seperti Franz
Boas, Edward Sapir, dan Leonard Blommfield yang melakukan beberapa kajian
bahasa budaya, dan kognisi.
Istilah
sosiolinguistik digunakan pertama sekali oleh Harver Currie pada tahun 1952.
Tokoh ini sebelumnya melihat kajian linguistik tidak memiliki perhatian
terhadap realitas sosial. Setahun berikutnya, Weinreich (1953) menulis Language
in Contact, yang diikuti dengan kemunculan karya-karya besar lain dalam bidang
ini sehingga mulai saat itu sosiolinguistik menjadi ilmu yang mantap dan
menarik perhatian banyak orang.
E.
Masyarakat
Bahasa
Masyarakat
bahasa adalah sekumpulan manusia yang menggunakan sistem isyarat bahasa yang
sama. Dalam sosiolinguistik Dell Hymes, (dalam Himai,
2011) tidak membedakan secara eksplisit antara bahasa sebagai system dan tutur
sebagai keterampilan. Keduanya disebut sebagai kemampuan komunikatif. Kemampuan
komunikatif meliputi kemampuan bahasa yang dimiliki oleh penutur beserta
keterampilan mengungkapkan bahsa tersebut sesuai dengan fungsi dan situasi
serat norma pemakaina dalam konteksnya.
Bahasa
berdasarkan verbal repertoire yang
dimiliki oleh masyarakat, masyarakat
bahasa dibedaka menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
1. Masyarakat
Monolingual (satu bahasa)
Monolingual adalah
individu yang hanya menguasai satu bahasa saja, lebih-lebih bila konsep bahasa
ang dimaksu sangat sempit, yakni hanya sebatas pengertian ragam.
2. Masyarakat
Bilingual (dua bahasa)
Bilingualism dalam bahasa
Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Bilingualisme diartikan sebagai
penggunaan dua bahasa oleh seseorang penutur dalam pergaulannya dengan orang
lain secara bergantian (Mackey dalam Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2004:84).
Orang yang dapat menggunakan dua bahasa disebut bilingual, sedangkan kemampuan
untuk menggunakan dua bahsa disebut bilingualitas.
3. Masyarakat
Multilingual (lebih dari dua bahasa)
Multilingual adalah masyarakat yang
mempunyai beberapa bahasa. Masyarakat yang demikian terjadi karena beberapa
etnik ikut membantu masyarakat sehingga dari segi etnik bisa dikatakan sebagai
masyarakat majemuk.
Adanaya
perkembangan bahasa dari monolingual kemudian menjadi bilingual dan pada
akhirnya menjadi multilingual disebabkan banyak faktor. Perkembangan teknologi
komunikasi, adanya globalisasi, pesatnya dunia pendidikan menyebabkan kebutuhan
masyarakat mengenai bahasa mengalami pergeseran serta kemajuan jaman secara
tidak langsung membaurkan anatar bahasa.
KEPUSTAKAAN
Chaer, Abdul. 2010. Sosiolinguistik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Himai, Mahlia. 2011. “Makalah Sosiolinguistik”. (online).
(http://mahliana-himai.blogspot.com/2011/12/makalah-sosiolinguistik-bahasa-dan.html?m=1, diakses tanggal 27 Agustus 2014).
Suluh
Pendidikan. 2011. “Sejarah dan Cakupan Kajian Sosiolinguistik”. (online). (http://lilinpendidikan.blogspot.com.es.2011/07/sejarah-dan-cakupan-kajian.html?m=1, diakses tanggal 27 Agustus 2014).
Sumarsono. 2011. Sosiolinguistik.
Yogyakarta : Sabda.
Sumarsono dan Partana. 2004. Sosiolinguistik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar