Jumat, 31 Oktober 2014

Makalah Sosiolinguistik




PERKENALAN AWAL SOSIOLINGUISTIK
LAPORAN BACAAN
diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan Sosiolinguistik                                                                                                             yang dibina oleh Ena Noveria, M.Pd.


Disusun Oleh
Kelompok I
NOFRIDA YETTI               1205174
JAYA NASA PERTA          1205130
SUCI LARASSATY                        1205198


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA  DAN DAERAH
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
PADANG
2014

SOSIOLINGUISTIK
Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif. Dengan bahasa seseorang dapat mengungkapkan perasaan, menyalurkan ide, dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sesuai alat komunikasi, bahasa dapat menyampaikan pesen atau makna pembicaraan kepada pendengar. Sehubungan dengan bahasa sebagai alat, anda perlu juga memahami salah satu disiplin ilmu bahasa yang disebut dengan sosiolinguistik. Dengan memahami hakikat dan sebagai istilah dalam disiplin ilmu tersebut, maka anda aka mendapat wawasan mengenai penggunaan suatu bahasa dalam masyarakat bahasa itu sendiri dan sebagai variasi bahasa yang digunakannya.
A.    Pengertian Sosiolinguistik
Istilah sosiolinguistik ini muncul pada tahun 1952 dalam karya Haver C. Currie yang  merupakan gabungan kata sosiologi dan linguistik. Sosiologi itu adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia di dalam masyarakat, mengenal lembaga-lembaga, dan proses sosial yanga ada di dalam masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajianya.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu sendiri dalam masyarakat.
Menurut Kridalaksana (dalam Chaer, 2010:3), sosiolinguistik lazim didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi bahasa serta hubungan diantara para bahasawan dengan cirri fungsi variasi  bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa. Selanjutnya, Nababan (dalam Chaer, 2010:3),  pengkajian bahasa dengan dimensi kemasyarakatan juga disebut dengan sosiolinguistik.
Jadi, sosiolinguistik lebih berhubungan dengan perincian-perincian penggunaan bahasa yang sebenarnya, seperti deskripsi pola-pola pemakaian bahasa/ dialek dalam budaya tertentu, pilihan pemakaian bahasa/dialek tertentu yang dilakukan penutur, topik, dan latar pembicaraannya.

B.     Objek dan Ruang Lingkup Kajian Sosiolinguistik
Objek kajian sosiolinguistik adalah aspek bahasa yang bersifat heterogen, yakni bahasa dalam wujudnya setelah terimplementasi dalam tindak komunikasi. Butir-butir penelitian sosiolinguistik meliputi: (1) fonem, (2) morfem, (3) kata, (4) frasa, (5) klausa, (6) kalimat, (7) paragraf, (8) wacana, (9) dialog, (10) ideolek, (11) dialek regional, (12) kronolek/ dialek waktu, (13) sosiolek/dialek sosial, (14) tingkat tutur, (15) ragam, (16) register, dan (17) bahasa.
Mengenai ruang lingkup sosiolinguistik, dibagi menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut.
a.       Mikro sosiolinguistik yang berhubungan dengan kelompok kecil, misalnya system tegur sapa.
b.      Makro sosiolinguistik yang berhubungan dengan masalah perilaku bahasa dan struktur sosial.
Konferensi sosiolinguistik pertama yang berlangsung di University of California, Los Angeles, tahun 1964, telah merumuskan adanya tujuh dimensi dalam penelitian sosiolinguistik. Ketujuh dimensi yang merupakan masalah dalam sosiolinguistik itu adalah (1) identitas sosial dari penutur, (2) identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi, (3) lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi, (4) analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-diale sosial, (5) penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujarn, (6) tingkatan variasi dan ragam linguistik, dan (7) penerpan praktis dari penelitin sosiolinguistik, Ditmar (dalam Chaer, 2010:5).
Identitas sosial dari penutur antara lain, dapat diketahui dari pertanyaan apa dan siapa penutur tersebut, dan bagaimana hubungnnya dengan lawan tuturnya. Identitas penutur dapat mempengaruhi pilihan kode dalam bertutur.
Identitas dari pendengar tentu harus dilihat dari pihak penutur, maka identitas pendengar itupun dapat berupa anggota keluarga, teman karib, guru, murid, orang yang dituaka, dan sebagainya. Identitas pendengar atau para pendengar juga akan mempengaruhi pilihan kode dalam bertutur.
Lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi dapat berupa ruang keluarga di dalam sebuah rumah tangga, di dalam mesjid, di ruang kuliah, dan sebaginya. Tempat peristiwa tutur terjadi dapat pula mempengaruhi pilihan kode dan gaya dalam bertutur. Misalnya, di ruang perpustakaan tentunya kita harus berbicara denagn suara yang tidak keras, di lapangan bola kita boleh berbicara keras-keras, dan malah di uang yang bising dengan suara mesin-mesin kita harus berbicara dengan suara yang keras, sebab kalau tidak keras tentu tidak dapat di dengar oleh lawn bicara kita.
Analisis diakronik dan sinkronik dari dialek-dialek sosial berupa deskripsi pola dialek-dialek sosial itu , baik yang berlaku pada masa tertentu atau yang berlaku pada masa ang tidak terbatas. Diaeleg sosial ini digunakan para penutur sehubungan dengan kedudukan mereka sebagai anggota kelas-kelas soaial tertentu di dalam masyarakat.
Penelitian sosial yang berbeda oleh penutur terhadap bentuk-bentuk perilaku ujaran. Maksudnya setiap penutur tentunya mempunyai kelas sosial tertentu di dalam masyarakat. Mka, berdasarkan kelas sosialnya itu, dia mempunyai penilaian tersendiri yang tentunya sama, atau jika berbeda tidak akan terlau jauh dari kelas sosialnya terhadap perilaku bentuk-bentuk ujaran yang berlangsung.
Tingkat variasi atau linguistik, maksudnya bahwa sehubungan dengan heterogennya anggota suatu masyarakat tutur, adanya berbagi fungsi soaial dan politik bahasa serta adanaya tingkatan kesempurnaan kode, maka alat komunikasi manusia yang disebut bahasa itu menjadi sangat bervariasi. Setiap variasi entah namanya dialek, varietas, atau ragam, mempunyai fungsi sosialnya masing-masing.
Dimensi terakhir, yakni penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik merupakan topik yang membicarakan kegunaan penelitian sosiolinguistik untuk mengatasi masalah-masalah praktis dalam masyarakat. Misalnya, masalah pengajaran bahasa, pembakuan bahasa, penerjemahan, mengatasi konflik sosial akibat konflik bahasa, dan sebagainya.

C.    Hubungan Sosiolinguistik dengan Kajian Ilmu Lainnya
Hubungan sosiolinguistik dengan kajian linguistik lainnya, adalah sebagai berikut.
1.      Sosiolinguistik dengan Sosiologi
Sisiologi mempelajari kelompok-kelompok masyarakat, struktur sosial, organisasi kemasyarakatan, hubungan antar anggota masyarakat. Di dalam masyarakat ada semacam lapisan, seperti lapisan pengusaha, rakyat jelata, dan ada kasta-kasta yang berjenjang, juga dipelajari oleh sosiologi. Tentu saja untuk mempelajari hal-hal tersebut kita harus mempunyai data yang memadai yang melibatkan banyak orang atau anggota masyrakat. Sosiolinguistik yang mempelajari bahasa dalam hubungan dalam masyarakat, memiliki persamaan dengan sosiologi, dalam arti sosiolinguistik juga memerlukan data atau subjek lebih dari satu orang. Sampai tahap tertentu sosiologi memang menyentuh bahasa. Objek utama sosiologi  bukan bahasa, melainkan masyarakat, dan dengan tujuan mendeskripsikan masyarakat dan tingkah laku. Dan objek utama sosiolinguistik adalah variasi bahasa, bukan masyarakat.
Sumarsono dan Partana (2004: 5-7) mengemukkan persamaan sosiolingguistik dengan sosiologi sebagai berikut:
a.    Sosiolinguistik memerlukan data atau subjek lebih dari satu orang individu.
b.    Menggunakan metode kuantitaif dengan teknik sampling random atau acak
c.     Menggunakan metode wawancara, rekaman, dan pengumpulan dokumen
d.   Pengolahan data menggunakan metode deskriptif.
e.    Keduanya memiliki hubungan simbiosis mutualisme (timbal balik) sebagai berikut:
1)   Data sosiolinguistik yang memberikan ciri-ciri kehidupan sosial, menjadi barometer untuk sosiologi.
2)   Aspek sikap berbahasa mempengaruhi budaya material dan spiritual suatu Masyarakat.
3)   Bahasa yang diteliti secara sosiolinguistik adalah alat utama dari perkembanagan penegetahuan mengenai sosiologi.
Dengan kata lain, sosiolinguistik membantu sosiologi dalam mengklasifikasi strata sosial, seperti yang ditunjukkan oleh Labov dalam penelitiannya mengenai tuturan [r] dalam masyarakat Amerika dalam tingkat sosial yang berbeda.
2.      Sosiolinguistik dengan Linguistik Umum
Sosiolinguistik merupakan ilmu yang   mengkaji   linguistik yang dihubungkan dengan faktor sosiologi. Dengan demikian, sosiolinguistik tidak meninggalkan linguistik.  Apa yang dikaji dalam   linguistik (ilmu  yang   mengkaji bahasa  sebagai fenomena yang inedependen) dijadikan dasar bagi sosiolinguistik untuk menunjukkan perbedaan penggunaan bahasa yang dikaitkan dengan faktor sosial. Kajian mengenai fonologi, morfologi, struktur kalimat, dan semantik leksikal dalam linguistik dipakai oleh sosiolinguistik untuk mengungkap struktur bahasa yang digunakan oleh tiap-tiap kelompok tutur sesuai dengan konteksnya.
Sosiolinguistik mengkaji wujud bahasa yang beragam karena dipengaruhi oleh faktor di luar bahasa (sosial),  yang dengan demikian makna sebuah tuturan juga  ditentukan oleh faktor di luar bahasa. Untuk dapat mengungkap wujud dan makna  bahasa sangat diperlukan pengetahuan tentang linguistik murni (struktur bahasa), supaya kajian yang di lakukan dengan dasar sosiolinguistik tidak meninggalkan objek bahasa itu sendiri (Sumarsono dan Partana, 2004: 7-9).
3.      Sosiolinguistik dengan Dialektologi
Dialektologi merupakan ilmu yang mempelajari variasi bahasa atau berbagai dialek bahasa yang tersebar di berbagai wilayah dengan tujuan mencari hubungan kekerabatan. Dialektologi memiliki persamaan dengan sosiolinguistik. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sumarsono dan Partana (2004: 9-11) bahwa persamaan tersebut terletak pada penggunaan metode dalam penelitian keduanya sama-sama menggunakan metode komparatif. Sedangkan segi perbedannya, sosiolinguitik menelaah tentang pergeseran bahasa, variasi bahasa, dengan menitikberatkan pada batas-batas kemasyarakatan (usia, jenis kelamin, status sosial, lapisan sosial dan sebagainya) bukan atas dasar batas-batas regional, objek dialektologi yang menelaah asal muasal bahasa atau hanya berfokus pada dialek regional yang didasarkan atas batas-batas wilayah alam.

4.      Sosiolinguistik dengan Retorika
Retorika diartikan sebagai kajian tentang tutur terpilih (slected speech), seperti gaya bahasa (style). Dalam hal ini kaitan antara sosiolinguistik dan retorika penutur dalam memilih style tidak hanya dilihat dari apa yang ingin dikatakan atau bentuk – bentuk bahasa yang ingin dikeluarkan (seperti yang dikaji retorika) tapi juga dengan siapa ia akan bertutur pada situasi apa serta atau harus memperhatikan konteks pertuturan. Selain itu kesejajaran diantara keduanya adalah variasi bahasa sebagai objek studi keduanya. Namun, pada dimensi sosiolinguistik tidak hanya mengkaji bentuk-bentuk bahasa yang terpilih saja namun dikaitkan dengan faktor yang menyebabkan munculnya bentuk bahasa tersebut.

5.      Sosiolinguistik dengan Psikologi
Pada masa Chomsky, linguistik mulai dikaitkan dengan psikologi dan dipandang sebagai ilmu yang tidak independen. Lebih jauh Chomsky mengatakan (1974) bahwa linguistik    bukanlah ilmu yang berdiri sendiri. Linguistik merupakan bagian dari psikologi dalam cara berpikir manusia. Chomsky melihat bahasa sebagai dua unsur yang bersatu, yakni competence dan performance. Competence merupakan unsur dalam bahasa (deep structure) dan menempatkan bahasa dari segi kejiwaan penutur, sedangkan competence  merupakan unsur yang terlihat dari parole. Dengan demikian, Chomsky memandang bahwa bahasa bukanlah gejala tunggal, namun dipengaruhi oleh faktor kejiwaan penuturnya. Chomsky juga mulai merambah   wilayah makna walaupun akhirnya mengakui bahwa wilayah makna merupakan wilayah yang paling sulit dalam kajian linguistik. Apa yang dikemukakan Chomsky tentang struktur dalam   dan struktur luar digunakan oleh sosiolinguistik sebagai pedoman bahwa tuturan yang nampak sebenarnya hanyalah perwujudan dari segi kejiwaan penuturnya. Lebih lanjut sosiolinguistik membuka diri untuk menelaah perbedaan bentuk tuturan itu.
Kaitan antara competence  dan performance terlihat dari penggunaan bahasa penutur. Orang dikatakan mempunyai kompetensi dan performansi yang baik apabila dapat menggunakan berbagai variasi  bahasa sesuai dengan situasi.  Orang yang berperformansi baik  tentulah memiliki   kompetensi yang   baik,  dan  memungkinkan penggunaan kode luas  (elaborated code). Sebaliknya, orang yang kompetensinya rendah, akan muncul kode terbatas (restricted code).
Dalam psikologi perkembangan terdapat fase perkembangan. Mulai menangis (tangis bertujuan: lapar, dingin, takut), tengkurap, duduk, merangkak, dan berjalan. Kesemuanya diikuti atau sejalan dengan perkembangan kebahasaannya. Dalam sosiolinguistik, hal ini diadopsi sebagai variasi bahasa dilihat dari segi usia penutur, (orang mempelajari bahasa sesuai dengan    tingkat perkembangannya). Karenanya dikenal juga variasi bahasa remaja dan manula. Dari   sudut psikologi, laki-laki memiliki kejiwaan yang secara umum berbeda dengan wanita. Karenanya, apa yang mereka tuturkan juga tidak sama. Sosiolinguistik mentransfer konsep ini, sehingga muncullah istilah variasi bahasa berdasarkan genus atau jenis kelamin.

6.      Sosiolinguistik dengan Antropologi
Antropologi adalah kajian tentang masyarakat dari sudut kebudayaan dalam arti luas yang mana mencakup hal-hal seperti kebiasaan, adat, hukum, nilai, lembaga sosial religi, teknologi, bahasa. Bagi antropologi, bahasa seringkali dianggap sebagai ciri penting bagi jati diri (identitas) bagi sekelompok orang berdasarkan etnik.
Kebudayaan dalam antropologi disampaikan  lewat bahasa, yang karenanya harus ada   kemampuan komunikatif. Prinsip inipun diambil oleh sosiolinguistik. Demikian pula, pengetahuan tentang budaya diperoleh bersamaan dengan pemerolehan bahasa, seperti sapaan, penggunaan bahasa sesuai konteks. Melalui ini pun dapat diketahui bagaimana budaya itu  hidup   dalam   suatu masyarakat   lengkap dengan nilai-nilai filosofi yang berkembang di dalamnya.


7.      Sosiolinguistik Makro  dengan Sosiolinguistik Mikro
Makro dam Mikro mengacu pada luas dan sempit cakupan. Sosiolinguistik membicarakan maslah-masalah ”besar dan luas”, ia masuk sosiolinguistik Makro. sebaliknya, jika yang dibicarakan adalah masalah-masalah “kecil dan sempit” ia masuk Sosiolinguistik  mikro. Mikro sosiolinguistik yang berhubungan dengan kelompok kecil, misalnya system tegur sapa. Makro sosiolinguistik yang berhubungan dengan masalah perilaku bahasa dan struktur sosial.

D.    Perkembangan Sosiolinguistik
Perkembangan sosiolinguistik baru mulai pada akhir 1960an dan awal 1970an, sehingga kajian bahasa ini dapat dipandang sebagai disiplin ilmu bahasa yang masih muda. Meskipun demikian, hal ini tidak berararti bahwa sosiolinguistik ini merupakan penemuan dekede 1960an. Dewasa ini, perhatian terhadap sosiolinguistik semakin luas dan kesedaran yang semakin meningkat bahwa sosioliguistik dapat memperjelas hakikat bahasa dan hakikat masyrakat.
Panini (500SM) diyakini oleh banyak linguis sebagai pelopor pengkaji sosiolinguistik dalam karyanya yang berjudul Astdhayayi satu buku yang beris tentag stilistika bahasa pengkajian sosiolinguistik mulai mendapat perhatian. Baru beberapa abad kemudian, tepatnya pada abad 19, Schuchardt, Hasseling, dan Van Name (1869-1897) untuk pertama kalinya memulai kajan tentang dialek bahasa pedalaman Eropa dan kontak bahasa yang mengahsilkan bahasa campuran. Perkemabangan kajian sosiolinguistik semakin menemukan titik cerah setelah De Saussure (1857-1913) berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah fakta sosial yang terdapat dalam masyarakat. Dalam hal ini, terdapat dua istilah yang masih popular hingga saat ini: Langue dan Parole. Tak lama berselang, langkah de Saussure ini ditindaklanjuti oleh beberapa sarjana bahasa Amerika Serikat, seperti Franz Boas, Edward Sapir, dan Leonard Blommfield yang melakukan beberapa kajian bahasa budaya, dan kognisi.
Istilah sosiolinguistik digunakan pertama sekali oleh Harver Currie pada tahun 1952. Tokoh ini sebelumnya melihat kajian linguistik tidak memiliki perhatian terhadap realitas sosial. Setahun berikutnya, Weinreich (1953) menulis Language in Contact, yang diikuti dengan kemunculan karya-karya besar lain dalam bidang ini sehingga mulai saat itu sosiolinguistik menjadi ilmu yang mantap dan menarik perhatian banyak orang.
E.     Masyarakat Bahasa
Masyarakat bahasa adalah sekumpulan manusia yang menggunakan sistem isyarat bahasa yang sama. Dalam sosiolinguistik Dell Hymes, (dalam Himai, 2011) tidak membedakan secara eksplisit antara bahasa sebagai system dan tutur sebagai keterampilan. Keduanya disebut sebagai kemampuan komunikatif. Kemampuan komunikatif meliputi kemampuan bahasa yang dimiliki oleh penutur beserta keterampilan mengungkapkan bahsa tersebut sesuai dengan fungsi dan situasi serat norma pemakaina dalam konteksnya.
Bahasa berdasarkan verbal repertoire yang dimiliki oleh masyarakat, masyarakat bahasa dibedaka menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
1.      Masyarakat Monolingual (satu bahasa)
Monolingual adalah individu yang hanya menguasai satu bahasa saja, lebih-lebih bila konsep bahasa ang dimaksu sangat sempit, yakni hanya sebatas pengertian ragam.
2.      Masyarakat Bilingual (dua bahasa)
Bilingualism dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seseorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Mackey dalam Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2004:84). Orang yang dapat menggunakan dua bahasa disebut bilingual, sedangkan kemampuan untuk menggunakan dua bahsa disebut bilingualitas.
3.      Masyarakat Multilingual (lebih dari dua bahasa)
Multilingual adalah masyarakat yang mempunyai beberapa bahasa. Masyarakat yang demikian terjadi karena beberapa etnik ikut membantu masyarakat sehingga dari segi etnik bisa dikatakan sebagai masyarakat majemuk.
Adanaya perkembangan bahasa dari monolingual kemudian menjadi bilingual dan pada akhirnya menjadi multilingual disebabkan banyak faktor. Perkembangan teknologi komunikasi, adanya globalisasi, pesatnya dunia pendidikan menyebabkan kebutuhan masyarakat mengenai bahasa mengalami pergeseran serta kemajuan jaman secara tidak langsung membaurkan anatar bahasa.


KEPUSTAKAAN

Chaer, Abdul. 2010. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.

Himai, Mahlia. 2011. “Makalah Sosiolinguistik”. (online).

Suluh Pendidikan. 2011. “Sejarah dan Cakupan Kajian Sosiolinguistik”. (online). (http://lilinpendidikan.blogspot.com.es.2011/07/sejarah-dan-cakupan-kajian.html?m=1, diakses tanggal 27 Agustus 2014).

Sumarsono. 2011. Sosiolinguistik. Yogyakarta : Sabda.

Sumarsono dan Partana. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar